Gelombangku.



Dimensi tak terbilang dan tak terjelang
Engkaulah ketunggalan sebelum meledaknya segala percabangan
Bersatu denganmu menjadikan aku mata semesta
Berpisah menjadikan aku tanya dan engkau jawabnya
Berdua kita berkejaran tanpa pernah lagi bersua

Mencecapmu lewat mimpi
Terjauh yang sanggup kujalani
Meski hanya satu malam dari ribuan malam
Sekejap bersamamu menjadi tujuan peraduanku
Sekali mengenalimu menjadi tujuan hidupku

Selapis kelopak mata membatasi aku dan engkau
Setiap napas mendekatkan sekaligus menjauhkan kita
Engkau membuatku putus asa dan mencinta
Pada saat yang sama

(Gelombang - Dee Lestari)


Doa Untuk Kamu.

Dari sekian banyak doa yang aku pernah aku pinta ke Tuhan selama 27 tahun ini, mungkin nama kamu yang paling banyak aku sebut. Selain nama keluargaku. 

Kamu bukan keluarga aku. Kamu belum menjadi bagian dari keluargaku. Tapi mungkin nanti di masa depan kamu akan masuk menjadi bagian terpenting di dalam hidupku. Mungkin nanti di masa depan kamu akan menjadi imamku dan ayah dari anak-anakku.
Untuk sekarang, hanya nama kamu yang masih muncul saat aku menginginkan siapa imam tersebut.
Untuk sekarang, hanya kamu yang ingin aku urus di masa tua nanti. Kamu dengan segala sikap ajaibmu, dan aku dengan segala sifat anehku. 
Untuk sekarang, hanya kamu yang bisa mengendalikan diriku. Emosiku yang biasanya meluap-luap kini menghilang sudah saat berhadapan denganmu.  
Untuk sekarang, hanya kamu yang menjadi sosok pria bagi wanita sepertiku.
Untuk sekarang, aku yakin semua akan berjalan lancar hingga nanti.
Dan jika "cinta" dan "sayang" adalah kata yang paling tepat menggambarkan luapan dan campuran perasaan yang aku rasa, itu hanya untuk kamu.
Untuk sekarang, semuanya hanya kamu. 

Yang aku pinta hanya satu darimu; percayalah. Percaya padaku, percaya pada petunjuk Tuhan, dan segala firasat yang telah diberikan-Nya. Ia tak akan memberikannya jika tidak ada restu dari-Nya.

Jangan biarkan pikiran negatif menguasaimu, karena kamu terlalu cemerlang untuk tenggelam.
Jangan biarkan jarak memberikan efek negatif kepadamu. Aku selalu ada.
Karena doa adalah jarak yang paling dekat.



Tunggu aku disana ya, teruntuk pria beruangku...



Self Recognition.


Semakin bertambah usia, semakin sadar dengan seluk beluk diri sendiri. Mungkin karena waktu yang kita miliki semakin bertambah untuk mempelajari diri sendiri. Mungkin juga karena seiring berjalannya waktu, pengalaman yang kita dapat semakin membuat kita bisa memilah-milah mana yang kita suka dan mana yang tidak kita suka.

Atau juga mungkin kita semakin mendapatkan penguatan (reinforcement) mengenai penilaian kita atas diri kita sendiri. Contohnya: sekarang kita baru sadar betapa sukanya kita pada alam, padahal sedari kecil kita memang suka diajak jalan-jalan oleh orang tua ke gunung atau pantai. Dari kecil kita sudah suka hal ini, tapi semakin dewasa semakin banyak hal yang menguatkan diri kita bahwa kita memang mencintai hal tersebut.
Apa ya istilahnya? Semut di ujung terlihat, gajah di pelupuk tak terlihat? (Iya kali ya).

Semakin gw bertambah dewasa, ada banyak hal yang makin membuat gw semakin mengenal dan menilai diri sendiri. Percayalah, lebih sulit mengenali diri sendiri dibanding mengenal dan menilai orang lain.

Gw semakin percaya bahwa gw membenci keramaian. Gw semakin yakin gw tidak suka suara-suara berisik. Gw semakin yakin gw tidak suka tempat-tempat semacam club, diskotik, you-name-it-whatever-is-it.
Ternyata sejak kecil memang gw ga suka dengan tempat yang ramai dan suara bising. Gw sensitif dengan bunyi-bunyi yang nyaring. Sering perhatian gw terpecah saat mendengar suara yang mendistraksi pikiran, entah itu suara knalpot motor, suara orang ngobrol, bahkan suara tetesan air.
Dan bukannya gw tidak pernah mencoba tempat-tempat clubbing. Cukup sudah gw melewati masa-masa kebandelan itu. Hahaha. Tapi entah kenapa sampai sekarang gw ga suka banget. Bagi gw sulit untuk memahami dan menikmati apa enaknya berkumpul di tempat remang-remang ramai-ramai, joget-joget, bau asap rokok, dan belum lagi melihat kelakuan lainnya.
Gw bahkan ga suka nongkrong-nongkrong di cafe atau mall. I even hate malls. Kalau bukan karena butuh bioskop atau toko bukunya, gw mungkin ga akan pernah lagi ke mall. 
Kebiasaan jadi "anak rumahan" ini terbentuk dari kecil sih. Memang orangtua dari gw kecil jarang banget ngajak gw ke mall. Setiap minggu almarhum bokap selalu ngajak ke tempat pemancingan, nonton rally mobil, berenang, lomba balap tamiya, anything but mall pokoknya. Gw mengenal mall sejak remaja, karena sering diajak temen-temen. Dan itu yang menyebabkan kenapa gw jadi "anak rumahan".
Kalau bukan demi orang-orang tertentu, demi temen deket atau ingin ambil suatu barang, susah deh buat ngajak gw keluar rumah. Tapi, sekalinya gw jalan-jalan, pasti gw ke tempat yang jauh banget. Karena memang gw suka banget travelling dan mengenal tempat baru. Lebih tepat disebutnya "anak rumahan yang jarang keluar rumah tapi sekalinya keluar rumah malah bisa ke pulau lain." :D

Kalau mau ajak gw keluar, gw prefer dibawa ke tempat yang proper ada live music dari band yang membawakan lagu-lagu tahun 90-an ke bawah, gw bakal jadi sahabat lo. Atau jika diajak nonton konser band kesukaan gw, gw jadiin deh lo saudara. 

Semakin dewasa gw juga semakin menyadari bahwa gw adalah orang yang amat-sangat sabar. Entah dari mana gw bisa dapat kesabaran gw ini. Mungkin emang salah satu berkat dari Tuhan kali ya? :D
Dan satu berkat Tuhan yang gw sadari, bahwa intuisi gw sangat kuat. Dari remaja gw udah sadar dan sampai sekarang makin banyak hal-hal yang bikin intuisi gw semakin mudah dimanfaatin.

Setelah beberapa tahun ini bergelut di dunia psikologi dan HRD, gw juga sadar bahwa suka sangat suka memberikan servis yang excellent ke orang-orang sekitar. Entah itu rekan kerja atau siapapun. Memang bagus sih untuk selalu menyenangkan orang-orang, tapi lama-lama dirasa kok capek juga ya. Bahkan capek banget, karena ternyata tidak semua orang MAU untuk mengerti kondisi kita namun mereka INGIN kita SELALU mengerti kondisi mereka.
Padahal gw kan juga manusia, wanita pula. Hmmm...

So, sejauh apa kalian mengenal diri kalian sendiri? 

The Art of Waiting

Jika menunggu bisa digaji, mungkin aku sudah jadi miliuner.
Jika bersabar mampu menghasilkan uang, mungkin aku sudah keliling dunia.

Tapi aku masih belum tahu apa arti dari menungguku dan bersabarku.
Yang aku tahu hanya aku masih mampu untuk menunggu, dan aku masih mampu untuk bersabar.

Aku masih menunggu ya, karena kamu juga masih ingin ditunggu.

Hatred.

Rasanya ingin marah pada Tuhan.
Akhir-akhir ini aku ingin marah pada semua orang, pada semua hal.

Berikan satu alasan agar aku tidak membenci Tuhan.
Berikan satu alasan yang baik.

Jangan Lagi.

Aku yakin ketika aku berdoa selama ini, Tuhan menunjukan bahwa ini semua memang berujung pada kamu. Pada diri kamu.

Perjuanganku selanjutnya adalah, sejauh mana aku mampu bertahan? Sekuat apa lagi yang bisa aku tunjukan?

Jangan menguji aku lebih lanjut, karena aku belum pernah mengujimu sekali pun.
Kamu yang paling tahu kemampuan aku.
Kamu yang paling tahu kuatnya aku seperti apa.
Jadi jangan menguji aku lagi...

Jangan Cintai Aku Apa Adanya.

"Kamu bisa lebih berarti dari hanya sekedar mencintaiku apa adanya.
Apa arti cintamu kalau tidak membawaku terbang tinggi, terus bermimpi, dan menggapainya?

Aku butuh lelaki yang mencambukku saat aku berhenti berlari.
Aku butuh lelaki yang menimang dan meninabobokan supaya aku bisa terus bermimpi, lalu membangunkanku untuk mengkaji mimpi-mimpi dan mengkalkulasi perwujudannya.

Aku butuh lelaki yang mau membeli dunia bersamaku,
yang tak bosan mendengar bualanku,
yang tak gentar beradu pendapat denganku,
yang mengusap mukaku selepas berdoa, bukannya mendoakan di belakangku.
Melengkapi  setiap kalimatku, bukan memotong atau menyepelekannya.
Mengoreksi gangguan jiwaku, bukan mencarikan ahli jiwa.
Menggandeng aku di jalan yang berliku, bukannya meluruskan jalanku.

Jika kau cuma lelaki yang menerima aku apa adanya, untuk apa ada kamu?
Toh tanpamu tidak ada bedanya, aku tetap seperti ini.

Berhenti mencintaiku apa adanya...
Aku membutuhkanmu lebih dari itu, lebih dari sekedar melengkapi.
Aku membutuhkanmu untuk melewati batas kemampuanku,
mendengarkan apa yang membuatku tuli,
melihat apa yang membutakanku,
membantukuku mencapai apa yang tanganku tak sampai,
mengejar apa yang tak mampu kakiku kejar,
merasakan apa yang hatiku tak peka...

Aku membutuhkanmu, lebih dari sekedar lelaki yang mencintaiku apa adanya..."

(Dikutip dari Dessy Pratiwi, 12 Februari 2011)

Paradoks.

Kamu, makhluk paling sulit yang pernah aku temui.
Makhluk paling rapuh yang aku kenal.
Sekaligus makhluk yang paling gampang dicintai.
Makhluk yang paling sering aku rindui.

Kamu jangan sering-sering tenggelam dong.
Urusan tenggelam itu cukup untuk aku saja yang tenggelam.
Karena aku sudah terbiasa untuk kembali ke permukaan dan menyelaminya lagi.
Untuk kamu, kamu tidak usah tenggelam ya... Biar aku yang menarikmu ke permukaan.

Teruntuk, Kryptonite-ku di pulau Borneo.

Untuk Kamu.

Mereka bilang, manusia itu selalu membandingkan. Terutama wanita, makhluk ciptaan Tuhan yang tingkat insecure-nya sangat tinggi.
Tak terkecuali aku. 

Kalau wanita lain suka ke salon setiap minggunya, aku ke salon mungkin hanya dua kali dalam setahun.
Kalau wanita lain merindukan mall dan pusat perbelanjaan setiap merasa tertekan, aku merindukan teriknya matahari, aroma laut, dan menari bersama makhluk laut di dalam dinginnya laut.
Kalau wanita lain pandai memoleskan make up di wajahnya, aku membutuhkan waktu hampir setengah jam untuk memoleskan eye liner dengan sempurna (dan bahkan masih berantakan).
Kalau wanita lain senang mengunjungi bar dan club di akhir pekan, aku lebih suka tidur-tiduran di depan TV sambil mengobrol santai dengan keluarga dan teman-teman dekat.
Kalau wanita lain pintar mengambil foto selfie (diri sendiri) dan hasilnya cantik (entah hasil editan atau tidak), hasil foto selfie-ku selalu amburadul, tidak ada cantik-cantiknya.
Kalau wanita lain rela mengeluarkan uang ratusan ribu bahkan jutaan rupiah untuk memasang hair extension agar rambutnya terlihat panjang, aku lebih mempercayakan kerjanya tangan Tuhan agar rambut ini bisa panjang alami dan indah.
Kalau wanita lain memiliki kulit yang mulus, tak bernoda, dan putih.. Kulitku terlihat gosong dimana-mana dengan warna yang tidak rata, goresan luka akibat olahraga laut yang masih berbekas, bekas alergi, dan tidak terawat.
Kalau wanita lain rela menghabiskan ratusan ribu rupiah setiap bulannya untuk membeli perlengkapan make up, aku rela menghabiskan ratusan ribu bahkan jutaan rupiah untuk membeli buku dan menabung untuk trip selanjutnya.
Kalau wanita lain bisa berpura-pura bodoh dan tidak tahu akan sesuatu hal, aku adalah orang yang tidak mau kalah dengan orang lain. Aku tidak mau terlihat bodoh di depan siapapun, karena itu aku selalu belajar dan belajar.. Aku senang terlihat pintar.
Kalau wanita lain mampu mengekspresikan kemanjaan dan kemanisan dirinya di hadapan pasangannya, aku termasuk orang yang pemalu. Aku bahkan terlihat datar jika kamu ajak berbicara serius. Ekspresiku tidak bisa seperti wanita lain pada normalnya.

Aku tidak manis, dan tidak bisa jadi wanita yang manis.
Aku kaku.
Aku tidak terbiasa dirawat. Aku lebih suka merawat orang lain.
Aku tidak terbiasa mengekspresikan diri dengan manis. Aku lebih suka diam-diam memperhatikan dan memberikan.
Aku tidak bisa menjadi manja. Aku dituntut untuk menjadi orang yang mandiri.
Aku tidak suka keramaian. Aku lebih suka kesunyian atau bersama orang-orang yang aku kasihi.

Jadi, sudah yakinkah dirimu untuk bisa mengayomi diriku yang sebegitu ngeyelnya? Sudah siapkah dirimu menerima untuk diriku yang tidak manis ini? 

Jika kamu mampu mengatakan "Iya" dengan keyakinan yang mantap, aku rasa aku akan mulai mempercayakan semuanya kepadamu lagi.

Traveling Bersama Tuhan.

Ketika saya memutuskan untuk lebih banyak lagi menjelajahi bumi ini, itu bukan semata-mata saya merasa harus memenuhi rasa haus saya akan berjelajah. Di masa sekarang ini, banyak yang memandang traveling adalah salah satu bentuk kegiatan untuk memuaskan dahaga akan banyaknya tempat-tempat indah di bumi ini. Terutama dengan menjamurnya akses ke dunia media sosial dan internet, orang-orang dapat dengan mudahnya mengakses informasi mengenai tempat-tempat berlibur. Didukung pula dengan adanya komunitas para traveler, harga tiket yang sering promo, pihak penyelenggara tour ataupun open trip yang semakin kreatif dalam memasarkan produk dan jasa mereka, maka semakin lengkaplah mimpi para traveler di Indonesia.

Namun bagi saya, traveling itu memiliki esensial tersendiri.
Traveling bukan sekedar mengunjungi tempat-tempat eksotis dan "pengasingan" bagi jiwa yang membutuhkannya.
Traveling bukan sekedar "mengoleksi" check point sebanyak-banyaknya dan siapa-yang-telah-mengunjungi-berapa-kota-negara-pulau-dialah-pemenangnya.
Traveling bukan sekedar bertemu teman-teman baru di perjalanan.
Traveling bukan sekedar ajang menghitamkan kulit dan bersenang-senang di dalam magisnya keindahan laut.
Traveling bukan sekedar mengejar titik gunung tertinggi dan berdiri di puncaknya.
Dan traveling juga bukan sekedar mengagumi keindahan dan kemegahan ciptaan-Nya yang tidak ada tandingannya.

Sungguh, traveling bukan sekedar memori dan pengalaman di atas. 

Bagi saya, traveling adalah menemukan kepingan diri dan Tuhan di setiap lekuk tempat asing yang saya kunjungi.
Traveling adalah bagaimana diri ini mampu memeluk alam dan alam kembali memelukmu atas kuasa-Nya.
Traveling adalah tentang bagaimana diri ini belajar bahwa manusia adalah makhluk hidup paling hebat sekaligus menyeramkan yang pernah diciptakan oleh Tuhan.
Traveling adalah tentang bagaimana diri ini mampu menemukan saudara-saudara di setiap manusia baru yang saya temui.
Traveling adalah tentang seberapa jauh diri ini bisa keluar dari zona nyaman yang mengkungkung dan membosankan. Betapa hebatnya diri ini mampu bertahan di tempat dingin yang kau pikir kau tidak akan mampu, betapa hebatnya paru-paru ini mampu menyelam ke dalam laut, betapa hebatnya tubuhmu jika kau mampu mengendalikan otakmu. 
Traveling adalah proses belajar. Belajar tentang betapa kecilnya kita di dunia ini. Belajar mengenali diri sendiri. Belajar sejauh apa kau mengenal dirimu.
Traveling adalah proses menemukan dan mengenal Tuhan. Dan ketika Tuhan memelukmu kembali, rasanya tidak ada tandingannya.

Karena itu semua, saya sangat menyukai kegiatan duduk-duduk "bengong" dan "leyeh-leyeh" sendirian di tempat-tempat baru. Entah itu di pinggir pantai, di atas gunung, di dermaga, di taman, atau di mana pun. 
Saya senang dengan "me time" saya tersebut. Mungkin jika orang lain melihat, diri saya terlihat depresi dengan duduk di ujung puncak gunung atau pun dermaga pantai sendirian dan memandang nanar kejauhan.

Tapi otak saya tidak pernah kosong. Saya sedang berusaha "berbicara" dengan Tuhan saat itu.

Pada akhirnya, kita semua memiliki cara tersendiri untuk menemukan Tuhan.
Terimakasih, Tuhan... Atas kaki, paru-paru, mata, dan semua kondisi fisik di tubuh ini yang masih prima untuk menikmati keindahan diri-Mu. :)


-Ebby, the wanderer

Minggu Sore, Kamu...

Minggu sore, tak berbeda dari hari Minggu sore lainnya, dan aku sedang menonton salah satu tayangan variety show Korea berjudul "The Return of Superman" yang ada di TV.
Tema acara tersebut mengenai hubungan ayah dan anak. Jadi sang ayah diberikan waktu selama 48 jam untuk mengurus anak-anak mereka tanpa campur tangan istri mereka. Acara yang konsepnya lucu dan dikemas sangat menarik ini selalu bisa menarik perhatianku untuk menontonnya tiap minggu.

Lalu sore tadi, acara tersebut menayangkan kegiatan sehari-hari si anak dan ayah. Orang biasa pun bisa melihat bagaimana kewalahannya sang ayah menangani anak-anak mereka tanpa sang istri.
Dan saat sedang tertawa karena menonton adegan yang sangat lucu (ada seorang ayah yang profesinya adalah atlet judo nasional dan berbadan sangat besar, dengan image menyeramkan, tapi kewalahan menghadapi anak perempuannya yang masih balita dan LUCU banget). Aku tertawa karena adegan tersebut, namun tiba-tiba ada rasa sakit yang menekan di dada. Rasa yang sama sekali belum pernah aku rasakan sebelumnya. Rasanya seperti teriris dan menyesakkan. Kemudian aku menangis. Aku tergagap kebingungan. Air mataku bahkan tak bisa berhenti menonton adegan lucu tersebut.

Entah karena adegan tersebut mengingatkan ku pada ayahku.
Entah karena aku terharu melihat perjuangan seorang ayah mengurus anaknya yang biasanya diurus oleh sang ibu.
Entah karena tiba-tiba saat menonton adegan tersebut aku malah teringat kamu.

Teringat betapa tertariknya kamu dengan anak kecil. Betapa cintanya kamu dengan anak kecil.

Dan aku teringat itu semua.

Aku pikir sudah tidak ada lagi yang bisa mengacaukan pikiranku seperti tadi sore. Namun kenyataannya aku masih berantakan. Aku masih kacau balau.

Rasanya ingin punya tombol switch on-off untuk seluruh isi kepalaku agar bisa berhenti berpikir sejenak saja.

Lagi.

Hari ini aku sedang meneliti rasa rindu.
Meneliti dari mana rasa itu bisa muncul.
Apa yang menyebabkan rindu itu datang.

Apakah rindu datang karena yang terbiasa itu absen?
Apakah rindu datang karena rasa yang perlahan memudar?
Apakah rindu datang karena yang alam bawah sadar manusia meneriakan rasa itu?
Apakah rindu bisa datang hanya karena terlalu sering diucapkan?

Aku rindu kamu.
Ga tau kenapa.

Cukup.

Ada orang yang dikirimkan Tuhan kepada kita sebagai berkat dalam hidup kita.
Ada orang yang dikirimkan Tuhan kepada kita sebagai pelajaran dalam hidup kita.

Kamu tentu saja sebuah pelajaran lain untukku.
Sebuah pelajaran bahwa ada orang-orang seperti dirimu yang hadir di masa akhir ini dan menunjukan bahwa dirimu sosok 'penyelamat' yang selama ini kamu banggakan.

'Penyelamat' yang beralibi ingin menyelamatkanku dari kesuramanku.
Ternyata semuanya kedok. Semuanya hanya demi kepentingan pribadi yang bernama egoisme laki-laki. Tidak ada bedanya dengan yang lain.

Kau mengaku dirimu berbeda. Kau bilang dirimu lain.
Namun lihatlah dirimu sekarang.
Tak ada bedanya dengan laki-laki lain.
Kau berlarian kesana-kemari, menggoreskan sakit di hati orang lain, namun kau tidak peduli.
Kau menganggap perbuatanmu itu tidak sama dengan laki-laki lainnya. Kau menganggap dirimu tak bersalah.

Ya. Tetap saja seperti itu.
Teruskan saja.

Biar aku yang lebih sadar diri.
Bahwa kamu memang 'lain' seperti yang kamu katakan.
Bahwa kamu bilang kamu sudah memperingatkan sedari awal.
Bahwa kamu memang tidak ada hati.
Bahwa kamu tidak peduli sudah menghancurkan satu hati lagi yang dulu kamu sebut-sebut ingin kamu sembuhkan.

Biar aku yang lebih sadar dan pakai akal sehat di sini.
Bahwa aku suatu saat akan sembuh lagi.
Tapi ingat, itu bukan karena kamu. Dirimu tidak berjasa apapun dalam menyembuhkan diriku. Aku sembuh karena diriku yang kuat.
Untuk sekarang biarkan saja aku tersaruk-saruk dulu.
Kamu bukan siapa-siapa kan?
Jadi teruskanlah mengucapkan kata sayang dan bohong itu kemana-mana. Tapi jangan untukku lagi.
Aku sudah cukup. Kamu sudah cukup.

Kita sudah cukup.

Cinta?

"Pernahkah kamu jatuh cinta? Sangat buruk, ya kan? Cinta membuatmu mudah diserang.
Cinta membuka dadamu dan membuka hatimu dan itu berarti seseorang dapat masuk ke dalamnya dan membuatmu berantakan. 
Kau dirikan semua pertahanan, kau kenakan baju baja, selama bertahun-tahun, sehingga tidak ada satupun yang dapat menyakitimu.
Lalu satu orang bodoh, tidak berbeda dengan orang bodoh lainnya, berkelana ke dalam hidupmu yang bodoh. Kau berikan ia kepingan dirimu. Mereka bahkan tidak pernah memintanya. 
Mereka melakukan satu hal bodoh suatu hari, seperti, menciummu atau tersenyum kepadamu, dan kemudian hidupmu bukan milikmu sendiri lagi.
Cinta memerlukan sandera. Hal itu masuk ke dalam dirimu. Ia memakan habis dirimu dan meninggalkanmu menangis di dalam kegelapan.
Kalimat simpel seperti, 'Mungkin sebaiknya kita menjadi teman saja.' atau 'itu semua hanya persepsi kamu' berubah menjadi pecahan kaca yang masuk ke dalam hatimu. 
Dan itu sakit. Bukan hanya di dalam imajinasi. Bukan hanya di dalam pikiran. Namun berupa sakit yang menyerang jiwa, sakit yang mengoyak tubuh, sakit yang sangat nyata masuk ke dalam dirimu dan mengoyaknya. Tak ada satu hal pun yang seharusnya mampu melakukan semua itu. Apalagi cinta.
Aku benci cinta."

(disadur dari Sandman no. 65, karangan Neil Gaiman)


22:18 WIB

Sudah pukul 22:18 WIB dan saya masih betah di kantor.
Nampaknya mulai bisa menikmati pikiran-pikiran tenang saat mengerjakan pekerjaan dalam kondisi sendiri seperti ini.
Hmm..

- melembur di kantor dan sendirian -

Ilusi

Pernahkah kamu terbangun di pagi hari dan mendapatkan visi bahwa selama ini kamu hanya tertidur nyenyak dalam sebuah ilusi dan tiba-tiba dirimu seperti disiram oleh air es untuk disadarkan?
Terbangun.
Terkejut.
Dan akhirnya melihat dengan nyata.
Bahwa semuanya ilusi.
Ilusi yang entah bagaimana kamu ciptakan sendiri karena pengaruhnya yang sudah memasuki alam bawah sadarmu.

Sebagaimana sebuah ilusi, suatu saat kita akan tersadar bahwa yang ada di depan kita selama ini hanyalah angan.

Aku tak tahu lagi apakah ini hal baik atau buruk.
Entah Tuhan yang membangunkanku dari ilusi ini atau aku hanya terus larut dalam ilusi yang lain.

Aku bahkan tak tahu mana yang nyata, mana yang tidak.
Mana yang tulus, mana yang tidak.
Mana yang jujur, mana yang tidak.

Semuanya ilusi, ya kan?

Trust.

You can never "ask" trust.
You gain it.


All I Need

(Radiohead, All I Need)

I miss you, terribly.... :(

Di Sela Melembur dan Rindu.



Sudah sekian bulan tidak pernah lembur di kantor sampai malam. Biasanya jam kerja teratur, pekerjaan selesai tepat waktu, dan tidak keteteran.

Sekarang mungkin karena kurangnya personil dan bantuan. Jadi sampai sekarang, jam segini (ya masih jam 19:41), saya masih terjebak di kantor mengurusi urusan karyawan. Kerjaan HRD banget ya.

Mata rasanya sudah perih. Entah karena efek terlalu lama menatap layar monitor atau kurang tidur atau kombinasi keduanya (terburuk).

Sekarang mulai memasuki fase "sudah sangat lelah namun tidak bisa tidur" di hampir setiap malamnya. Padahal tubuh ini sedang lelah-lelahnya. Berbalapan lelahnya dengan mental dan pikiran dan mungkin juga hati? Kombinasi yang lebih buruk lagi.

Saya yakin, sepulang dari kantor, yang akan saya lakukan hanyalah membaringkan tubuh seperti kemarin-kemarin juga, dan tidak bisa tidur hingga pukul 02.00 tengah malam.

Mungkin ini saatnya saya "pulang" ke elemen saya, laut. Saya ingin menyelami lautan biru lagi. Menjernihkan pikiran dan tubuh lelah ini.

Atau mungkin saya hanya terlalu merindukan kamu.
Jangan tenggelam terus dong kamu yang disana... Cepat pulang, jangan terlalu lama berkelana dan merenung ya. 


Sejak Kapan Belajar Begitu?

Hidup ini sebenarnya hanyalah tentang proses belajar kan ya?
Belajar menemukan.
Belajar mengenal.
Belajar mencintai.
Belajar mengerti.
Belajar menyakiti.
Belajar meninggalkan.
Belajar menunggu.
Belajar memaafkan.

Pertanyaannya adalah, sejak kapan kita belajar menyakiti orang lain?
Berbeda dengan mencintai, kita tidak perlu belajar untuk mencintai.
Jadi sejak kapan kita belajar untuk menyakiti orang lain?
Rasa-rasanya para ibu tidak pernah mengajarkan anak-anaknya bagaimana cara untuk menyakiti.

- some random thought.
dituliskan saat hujan deras sedang mengguyur gedung kantor. -

Ini Bukan Elegi.

"Memangnya kamu udah tertarik buat deketin aku dari awal?"
"Iya, sudah kok."
"Dari awal ketemu?? Ah, masa..?"
"Iya." jawabmu dengan mantap.

Aku menatap lurus ke arah matamu. Mencoba mencari kebohongan dan kegombalan ala pria dewasa yang sedang mendekati wanitanya.
Sia-sia. Aku tidak bisa melihatnya. Tidak bisa mendapatkan apa yang aku cari. Lagipula sore itu kau terlihat malu bercampur gugup bertemu denganku. Kamu pikir aku tidak? Aku mungkin bisa meledak terlalu senang karena akhirnya bertemu lagi denganmu hari itu.

"Oke." ujarku. "Kenapa sih tertarik deketin? Aku kan rese." tanyaku lagi.

Mungkin Tuhan menciptakan wanita berikut dengan peralatan "kenapa"-nya yang tidak ada habisnya, tidak pernah puas dengan satu jawaban. Kasihan para pria. 

Aku yang terlalu banyak berpikir. Aku yang terlalu banyak berasumsi. Aku yang terlalu negatif. Terkadang aku ingin untuk sementara saja ada bagian di dalam otakku yang terlalu banyak bekerja dan berpikir bisa dihentikan sementara. Supaya aku bisa menikmati momen yang sedang kami jalani sekarang.
Menikmatinya tanpa embel-embel apa-apa. Tanpa asumsi apa-apa. Tanpa kecurigaan apa-apa. Tanpa pertanyaan kenapa.

Jawabanmu sore itu mengejutkanku. Mengejutkanku pula mengapa aku bisa menyukai jawabanmu.
Mungkin jika kamu menanyakan kembali ke diriku dengan pertanyaan yang sama, aku tidak tahu harus menjawab apa. Berjuta pikiran berkelebatan di otakku. Andai kamu bisa membacanya, karena aku tidak bisa menuangkannya ke dalam bentuk vokal.

Dan untuk berjaga-jaga saja, jika suatu saat kau membaca blog-ku ini, aku ingin mencoba menjawab pertanyaanmu itu disini:
  1. Aku menyukaimu karena kamu jujur dan polos atas segala sisi negatifmu (yang aku dapati hal itu malah menjadi kebalikannya).
  2. Aku menyukaimu karena kamu tidak pernah berusaha keras untuk tampil keren. 
  3. Aku menyukaimu karena kamu orang yang rumit. Lebih rumit dari diriku sendiri.
  4. Aku menyukaimu karena sejauh apapun aku pergi ke pulau  dan kota mana pun, Tuhan memutuskan untuk mempertemukan aku yang sedang hancur dan kamu yang sedang kabur. Semesta mendukung, ya?
  5. Aku menyukaimu karena sikap tidak bisa ditebakmu.
  6. Aku menyukaimu karena kau selalu mempunyai cara untuk mengingatkanku pada kewajiban rohaniku dengan Tuhan dan keluarga.
  7. Aku menyukaimu karena kamu manja. Jangan ditanyakan kenapa. Titik.
  8. Aku menyukaimu karena kamu pekerja keras.
  9. Aku menyukaimu karena kamu menerima diriku yang tidak beres dan hancur ini.
  10. Aku menyukaimu untuk alasan-alasan yang tidak masuk akal dan tidak bisa disampaikan.


Andai kamu bisa membaca pikiranku ya...

Untuk kamu yang disana, yang sedang berkelana mencari ketenangan dan menikmati pikiran-pikiran kalutmu, ingatlah bahwa aku akan menunggumu disini. Hingga nanti suatu saat Tuhan berbaik hati mempertemukan kita lagi di sela-sela dunia kita, aku akan setia menunggu kembali kepala lelahmu yang bersender di bahuku, kecupan kecil di bahuku, tawa malumu, lambaian tangan perpisahan di bandara, dan sebuah tiupan cium yang kau kirim dari luar jendela taxi.

- Aku yang menunggumu di pulau seberangmu -

Kamu.

Sedikit cemas, banyak rindunya... (Payung Teduh)