Minggu Sore, Kamu...

Minggu sore, tak berbeda dari hari Minggu sore lainnya, dan aku sedang menonton salah satu tayangan variety show Korea berjudul "The Return of Superman" yang ada di TV.
Tema acara tersebut mengenai hubungan ayah dan anak. Jadi sang ayah diberikan waktu selama 48 jam untuk mengurus anak-anak mereka tanpa campur tangan istri mereka. Acara yang konsepnya lucu dan dikemas sangat menarik ini selalu bisa menarik perhatianku untuk menontonnya tiap minggu.

Lalu sore tadi, acara tersebut menayangkan kegiatan sehari-hari si anak dan ayah. Orang biasa pun bisa melihat bagaimana kewalahannya sang ayah menangani anak-anak mereka tanpa sang istri.
Dan saat sedang tertawa karena menonton adegan yang sangat lucu (ada seorang ayah yang profesinya adalah atlet judo nasional dan berbadan sangat besar, dengan image menyeramkan, tapi kewalahan menghadapi anak perempuannya yang masih balita dan LUCU banget). Aku tertawa karena adegan tersebut, namun tiba-tiba ada rasa sakit yang menekan di dada. Rasa yang sama sekali belum pernah aku rasakan sebelumnya. Rasanya seperti teriris dan menyesakkan. Kemudian aku menangis. Aku tergagap kebingungan. Air mataku bahkan tak bisa berhenti menonton adegan lucu tersebut.

Entah karena adegan tersebut mengingatkan ku pada ayahku.
Entah karena aku terharu melihat perjuangan seorang ayah mengurus anaknya yang biasanya diurus oleh sang ibu.
Entah karena tiba-tiba saat menonton adegan tersebut aku malah teringat kamu.

Teringat betapa tertariknya kamu dengan anak kecil. Betapa cintanya kamu dengan anak kecil.

Dan aku teringat itu semua.

Aku pikir sudah tidak ada lagi yang bisa mengacaukan pikiranku seperti tadi sore. Namun kenyataannya aku masih berantakan. Aku masih kacau balau.

Rasanya ingin punya tombol switch on-off untuk seluruh isi kepalaku agar bisa berhenti berpikir sejenak saja.

Lagi.

Hari ini aku sedang meneliti rasa rindu.
Meneliti dari mana rasa itu bisa muncul.
Apa yang menyebabkan rindu itu datang.

Apakah rindu datang karena yang terbiasa itu absen?
Apakah rindu datang karena rasa yang perlahan memudar?
Apakah rindu datang karena yang alam bawah sadar manusia meneriakan rasa itu?
Apakah rindu bisa datang hanya karena terlalu sering diucapkan?

Aku rindu kamu.
Ga tau kenapa.

Cukup.

Ada orang yang dikirimkan Tuhan kepada kita sebagai berkat dalam hidup kita.
Ada orang yang dikirimkan Tuhan kepada kita sebagai pelajaran dalam hidup kita.

Kamu tentu saja sebuah pelajaran lain untukku.
Sebuah pelajaran bahwa ada orang-orang seperti dirimu yang hadir di masa akhir ini dan menunjukan bahwa dirimu sosok 'penyelamat' yang selama ini kamu banggakan.

'Penyelamat' yang beralibi ingin menyelamatkanku dari kesuramanku.
Ternyata semuanya kedok. Semuanya hanya demi kepentingan pribadi yang bernama egoisme laki-laki. Tidak ada bedanya dengan yang lain.

Kau mengaku dirimu berbeda. Kau bilang dirimu lain.
Namun lihatlah dirimu sekarang.
Tak ada bedanya dengan laki-laki lain.
Kau berlarian kesana-kemari, menggoreskan sakit di hati orang lain, namun kau tidak peduli.
Kau menganggap perbuatanmu itu tidak sama dengan laki-laki lainnya. Kau menganggap dirimu tak bersalah.

Ya. Tetap saja seperti itu.
Teruskan saja.

Biar aku yang lebih sadar diri.
Bahwa kamu memang 'lain' seperti yang kamu katakan.
Bahwa kamu bilang kamu sudah memperingatkan sedari awal.
Bahwa kamu memang tidak ada hati.
Bahwa kamu tidak peduli sudah menghancurkan satu hati lagi yang dulu kamu sebut-sebut ingin kamu sembuhkan.

Biar aku yang lebih sadar dan pakai akal sehat di sini.
Bahwa aku suatu saat akan sembuh lagi.
Tapi ingat, itu bukan karena kamu. Dirimu tidak berjasa apapun dalam menyembuhkan diriku. Aku sembuh karena diriku yang kuat.
Untuk sekarang biarkan saja aku tersaruk-saruk dulu.
Kamu bukan siapa-siapa kan?
Jadi teruskanlah mengucapkan kata sayang dan bohong itu kemana-mana. Tapi jangan untukku lagi.
Aku sudah cukup. Kamu sudah cukup.

Kita sudah cukup.

Cinta?

"Pernahkah kamu jatuh cinta? Sangat buruk, ya kan? Cinta membuatmu mudah diserang.
Cinta membuka dadamu dan membuka hatimu dan itu berarti seseorang dapat masuk ke dalamnya dan membuatmu berantakan. 
Kau dirikan semua pertahanan, kau kenakan baju baja, selama bertahun-tahun, sehingga tidak ada satupun yang dapat menyakitimu.
Lalu satu orang bodoh, tidak berbeda dengan orang bodoh lainnya, berkelana ke dalam hidupmu yang bodoh. Kau berikan ia kepingan dirimu. Mereka bahkan tidak pernah memintanya. 
Mereka melakukan satu hal bodoh suatu hari, seperti, menciummu atau tersenyum kepadamu, dan kemudian hidupmu bukan milikmu sendiri lagi.
Cinta memerlukan sandera. Hal itu masuk ke dalam dirimu. Ia memakan habis dirimu dan meninggalkanmu menangis di dalam kegelapan.
Kalimat simpel seperti, 'Mungkin sebaiknya kita menjadi teman saja.' atau 'itu semua hanya persepsi kamu' berubah menjadi pecahan kaca yang masuk ke dalam hatimu. 
Dan itu sakit. Bukan hanya di dalam imajinasi. Bukan hanya di dalam pikiran. Namun berupa sakit yang menyerang jiwa, sakit yang mengoyak tubuh, sakit yang sangat nyata masuk ke dalam dirimu dan mengoyaknya. Tak ada satu hal pun yang seharusnya mampu melakukan semua itu. Apalagi cinta.
Aku benci cinta."

(disadur dari Sandman no. 65, karangan Neil Gaiman)


22:18 WIB

Sudah pukul 22:18 WIB dan saya masih betah di kantor.
Nampaknya mulai bisa menikmati pikiran-pikiran tenang saat mengerjakan pekerjaan dalam kondisi sendiri seperti ini.
Hmm..

- melembur di kantor dan sendirian -

Ilusi

Pernahkah kamu terbangun di pagi hari dan mendapatkan visi bahwa selama ini kamu hanya tertidur nyenyak dalam sebuah ilusi dan tiba-tiba dirimu seperti disiram oleh air es untuk disadarkan?
Terbangun.
Terkejut.
Dan akhirnya melihat dengan nyata.
Bahwa semuanya ilusi.
Ilusi yang entah bagaimana kamu ciptakan sendiri karena pengaruhnya yang sudah memasuki alam bawah sadarmu.

Sebagaimana sebuah ilusi, suatu saat kita akan tersadar bahwa yang ada di depan kita selama ini hanyalah angan.

Aku tak tahu lagi apakah ini hal baik atau buruk.
Entah Tuhan yang membangunkanku dari ilusi ini atau aku hanya terus larut dalam ilusi yang lain.

Aku bahkan tak tahu mana yang nyata, mana yang tidak.
Mana yang tulus, mana yang tidak.
Mana yang jujur, mana yang tidak.

Semuanya ilusi, ya kan?