Kamu Lagi, Candu...

Di malam-malam kurang tidur seperti ini, pikiran pasti kemana-mana. Entah memikirkan deadline, beban ini-itu, masa lalu, memikirkan kamu sang candu, dan semua-semuanya. Apalagi jika sambil mendengarkan suara Paul McCartney, John Lennon, atau Damon Albarn. Manusia-manusia halusinogen itu membuat saya berpikir kesana kemari. Sampai akhirnya tadi saya memikirkan tentang Tuhan.

Saya bukan orang yang segitunya religius. Ibadah 5 waktu saja masih bolong-bolong. Berpakaian masih seenaknya. Masih sering mengumpat dan bahkan minum alkohol. Yang saya sanggup lakukan adalah solat semampu saya ketika saya masih mampu, mengurangi minum minuman alkohol, dan berusaha berpakaian sepantasnya.
Hubungan saya dan Tuhan sepertinya baik-baik saja. Karena Ia pula saya masih bisa makan kenyang, tidur nyaman dan aman, sekolah yang tinggi, bisa bekerja dan menghasilkan uang, masih bisa bersenang-senang dan menjalani hobby. Berkat Ia pula saya dicintai orang-orang yang mencintai saya.

Intinya yang pasti Tuhan ingin saya ini bahagia. Tuhan mana yang menginginkan umatNya kesusahan? Semua kesulitan yang diberikan Tuhan pasti ada maknanya, saya yakin itu.
Lalu kebahagiaan yang saya jalani sekarang dengan sang candu itu harus saya teruskan atau hentikan? Kalau terlalu berbeda di antara saya dan sang candu, apakah Tuhan tidak akan setuju?

Tapi saya yakin Tuhan ingin saya bahagia. Saya yakin. Selama sang candu masih bisa memberikan kebahagiaan kepada saya tanpa kami berbuat dosa, saya yakin ini yang Tuhan mau.

Terimakasih, Tuhan..
Sampaikan salam pada sang candu, saya sedang rindu sang candu yang sedang kesana kemari.. :)

Muak dan Cinta Kamu, Jakarta.


Rasanya judul post-an kali ini udah terjabar jelas. Sungguh, saya sedang muak dengan Jakarta. Walaupun saya cinta kota metropolitan ini, namun saya sedang muak dengannya. Suatu hubungan love-hate yang sering terjadi antara dua subjek atau objek.

Rasanya ingin pergi dari semua deadlines, keterikatan, ketergantungan, keterbosanan, dan semua hal yang mengikat kaki ini dalam-dalam di tanah Jakarta.
Ingin terjun ke kedalaman laut. Bertemu dengan penghuni laut yang biru jernih. Ikan-ikan dan teman-temannya. Ingin pergi ke pantai. Berguling di atas pasir panas dan bermandikan matahari menyengat. Ingin pergi ke gunung. Menghirup udara bersih dan bersandar di rumput-rumput hijau sambil menatap langit. Ingin ke luar kota. Bertemu orang-orang asing yang tidak mengenal nama dan identitasku sama sekali.

Ingin sekali meninggalkan tanggung jawab pada pekerjaan, perkuliahan, keluarga, hubungan, dan sosial. Ingin sekali tidak peduli lagi jika kulitku terbakar hitam, belang-belang, bentol karena bengkak. Ingin tidak mengenakan make-up sama sekali, tidak peduli penampilan. Ingin tertawa terbahak-bahak dan memaki sepuasnya. Ingin terlihat diterima luar dan dalam. Ingin tidak rindu setiap saat lagi pada dirinya si candu. Ingin tidak ketergantungan lagi untuk menyentuh kamu si candu. Ingin diterima apa adanya seperti kucing saya menerima saya dalam kondisi saya terburukpun.

Keinginan yang ironis. Nyatanya saya masih bertanggung jawab dalam semua hal yang telah disebutkan di atas. Masih mengenakan make-up jika keluar rumah. Masih memilih-milih pakaian agar terlihat serasi. Masih bertutur kata sopan, menahan tawa, menyaring perkataan dan perbuatan. Dan saya masih saja merindukan sosok si candu itu setiap hari. Masih ketagihan dengan kehadirannya setiap hari.

Apa yang saya inginkan sebenernya sederhana ya. Melarikan diri saja...

Ah, benci tapi cinta kamu Jakarta dan penghuni-penghuninya.