A Quarter Life.

Hello there,

It's been 7 months since my last post. I know I promised myself to write at least once a week. But things have been up and down, lots of trips and journey, yet still in love with the same guy. Yes, you.

I guess I'm in the phase of quarter-life-is-so-confusing-i-dont-even-know-what-i-want-to-be.
People says being 28 years old is the toughest year in your life. Yes, I bet it is. 28 years old is like the crucial and transition year in life. I cannot wait until I turn into 29. Hahaha.
Getting older? I'm not scared at all. :)

Anyway, I promise you I will post more interesting things and my travel journal again. Okay?

Kamu dan Pagi.

Aku mencintai hari melalui kamu dengan aroma masam serta keringat yang melengket di keningmu setiap pagi; posisi kakimu yang kadang menghabiskan separuh jatah kasurku; rajukanmu setiap kau tak bisa tidur dan minta ku dekap, lengkap dengan belaian di kepalamu hingga kau tertidur.

Bisa jadi, kau berhasil membuatku jatuh cinta pada pagi karena punggungmu yang membelakangiku. Jika itu terjadi, aku dengan senang hati menjadikan punggungmu layar tancap, memutar ulang mengapa kita bersedia ada di sini, berbagi hidup sampai nanti,

Lalu aku mulai merindukanmu seolah kau tak ada di sini, kemudian menyelipkan tanganku untuk mendekapmu, memanen bau pagi di tengkukmu banyak-banyak.

Aku mencintai setiap hari dalam hidupku karenamu, serta hal-hal yang kamu lakukan setiap pagi sementara aku sudah terbangun dan kamu belum.

(Perihal yang Membuatku Mencintai Pagi Melalui Kamu. - Citraning Sambada)


pic courtesy of Ika Natassa


Nobody Said It Was Easy.

The Scientist - Coldplay.


Gelombangku.



Dimensi tak terbilang dan tak terjelang
Engkaulah ketunggalan sebelum meledaknya segala percabangan
Bersatu denganmu menjadikan aku mata semesta
Berpisah menjadikan aku tanya dan engkau jawabnya
Berdua kita berkejaran tanpa pernah lagi bersua

Mencecapmu lewat mimpi
Terjauh yang sanggup kujalani
Meski hanya satu malam dari ribuan malam
Sekejap bersamamu menjadi tujuan peraduanku
Sekali mengenalimu menjadi tujuan hidupku

Selapis kelopak mata membatasi aku dan engkau
Setiap napas mendekatkan sekaligus menjauhkan kita
Engkau membuatku putus asa dan mencinta
Pada saat yang sama

(Gelombang - Dee Lestari)


Doa Untuk Kamu.

Dari sekian banyak doa yang aku pernah aku pinta ke Tuhan selama 27 tahun ini, mungkin nama kamu yang paling banyak aku sebut. Selain nama keluargaku. 

Kamu bukan keluarga aku. Kamu belum menjadi bagian dari keluargaku. Tapi mungkin nanti di masa depan kamu akan masuk menjadi bagian terpenting di dalam hidupku. Mungkin nanti di masa depan kamu akan menjadi imamku dan ayah dari anak-anakku.
Untuk sekarang, hanya nama kamu yang masih muncul saat aku menginginkan siapa imam tersebut.
Untuk sekarang, hanya kamu yang ingin aku urus di masa tua nanti. Kamu dengan segala sikap ajaibmu, dan aku dengan segala sifat anehku. 
Untuk sekarang, hanya kamu yang bisa mengendalikan diriku. Emosiku yang biasanya meluap-luap kini menghilang sudah saat berhadapan denganmu.  
Untuk sekarang, hanya kamu yang menjadi sosok pria bagi wanita sepertiku.
Untuk sekarang, aku yakin semua akan berjalan lancar hingga nanti.
Dan jika "cinta" dan "sayang" adalah kata yang paling tepat menggambarkan luapan dan campuran perasaan yang aku rasa, itu hanya untuk kamu.
Untuk sekarang, semuanya hanya kamu. 

Yang aku pinta hanya satu darimu; percayalah. Percaya padaku, percaya pada petunjuk Tuhan, dan segala firasat yang telah diberikan-Nya. Ia tak akan memberikannya jika tidak ada restu dari-Nya.

Jangan biarkan pikiran negatif menguasaimu, karena kamu terlalu cemerlang untuk tenggelam.
Jangan biarkan jarak memberikan efek negatif kepadamu. Aku selalu ada.
Karena doa adalah jarak yang paling dekat.



Tunggu aku disana ya, teruntuk pria beruangku...



Self Recognition.


Semakin bertambah usia, semakin sadar dengan seluk beluk diri sendiri. Mungkin karena waktu yang kita miliki semakin bertambah untuk mempelajari diri sendiri. Mungkin juga karena seiring berjalannya waktu, pengalaman yang kita dapat semakin membuat kita bisa memilah-milah mana yang kita suka dan mana yang tidak kita suka.

Atau juga mungkin kita semakin mendapatkan penguatan (reinforcement) mengenai penilaian kita atas diri kita sendiri. Contohnya: sekarang kita baru sadar betapa sukanya kita pada alam, padahal sedari kecil kita memang suka diajak jalan-jalan oleh orang tua ke gunung atau pantai. Dari kecil kita sudah suka hal ini, tapi semakin dewasa semakin banyak hal yang menguatkan diri kita bahwa kita memang mencintai hal tersebut.
Apa ya istilahnya? Semut di ujung terlihat, gajah di pelupuk tak terlihat? (Iya kali ya).

Semakin gw bertambah dewasa, ada banyak hal yang makin membuat gw semakin mengenal dan menilai diri sendiri. Percayalah, lebih sulit mengenali diri sendiri dibanding mengenal dan menilai orang lain.

Gw semakin percaya bahwa gw membenci keramaian. Gw semakin yakin gw tidak suka suara-suara berisik. Gw semakin yakin gw tidak suka tempat-tempat semacam club, diskotik, you-name-it-whatever-is-it.
Ternyata sejak kecil memang gw ga suka dengan tempat yang ramai dan suara bising. Gw sensitif dengan bunyi-bunyi yang nyaring. Sering perhatian gw terpecah saat mendengar suara yang mendistraksi pikiran, entah itu suara knalpot motor, suara orang ngobrol, bahkan suara tetesan air.
Dan bukannya gw tidak pernah mencoba tempat-tempat clubbing. Cukup sudah gw melewati masa-masa kebandelan itu. Hahaha. Tapi entah kenapa sampai sekarang gw ga suka banget. Bagi gw sulit untuk memahami dan menikmati apa enaknya berkumpul di tempat remang-remang ramai-ramai, joget-joget, bau asap rokok, dan belum lagi melihat kelakuan lainnya.
Gw bahkan ga suka nongkrong-nongkrong di cafe atau mall. I even hate malls. Kalau bukan karena butuh bioskop atau toko bukunya, gw mungkin ga akan pernah lagi ke mall. 
Kebiasaan jadi "anak rumahan" ini terbentuk dari kecil sih. Memang orangtua dari gw kecil jarang banget ngajak gw ke mall. Setiap minggu almarhum bokap selalu ngajak ke tempat pemancingan, nonton rally mobil, berenang, lomba balap tamiya, anything but mall pokoknya. Gw mengenal mall sejak remaja, karena sering diajak temen-temen. Dan itu yang menyebabkan kenapa gw jadi "anak rumahan".
Kalau bukan demi orang-orang tertentu, demi temen deket atau ingin ambil suatu barang, susah deh buat ngajak gw keluar rumah. Tapi, sekalinya gw jalan-jalan, pasti gw ke tempat yang jauh banget. Karena memang gw suka banget travelling dan mengenal tempat baru. Lebih tepat disebutnya "anak rumahan yang jarang keluar rumah tapi sekalinya keluar rumah malah bisa ke pulau lain." :D

Kalau mau ajak gw keluar, gw prefer dibawa ke tempat yang proper ada live music dari band yang membawakan lagu-lagu tahun 90-an ke bawah, gw bakal jadi sahabat lo. Atau jika diajak nonton konser band kesukaan gw, gw jadiin deh lo saudara. 

Semakin dewasa gw juga semakin menyadari bahwa gw adalah orang yang amat-sangat sabar. Entah dari mana gw bisa dapat kesabaran gw ini. Mungkin emang salah satu berkat dari Tuhan kali ya? :D
Dan satu berkat Tuhan yang gw sadari, bahwa intuisi gw sangat kuat. Dari remaja gw udah sadar dan sampai sekarang makin banyak hal-hal yang bikin intuisi gw semakin mudah dimanfaatin.

Setelah beberapa tahun ini bergelut di dunia psikologi dan HRD, gw juga sadar bahwa suka sangat suka memberikan servis yang excellent ke orang-orang sekitar. Entah itu rekan kerja atau siapapun. Memang bagus sih untuk selalu menyenangkan orang-orang, tapi lama-lama dirasa kok capek juga ya. Bahkan capek banget, karena ternyata tidak semua orang MAU untuk mengerti kondisi kita namun mereka INGIN kita SELALU mengerti kondisi mereka.
Padahal gw kan juga manusia, wanita pula. Hmmm...

So, sejauh apa kalian mengenal diri kalian sendiri? 

The Art of Waiting

Jika menunggu bisa digaji, mungkin aku sudah jadi miliuner.
Jika bersabar mampu menghasilkan uang, mungkin aku sudah keliling dunia.

Tapi aku masih belum tahu apa arti dari menungguku dan bersabarku.
Yang aku tahu hanya aku masih mampu untuk menunggu, dan aku masih mampu untuk bersabar.

Aku masih menunggu ya, karena kamu juga masih ingin ditunggu.