A Loyal Audience, Me.


Kalau kata lagu terkenal, "Dunia ini panggung sandiwara." Iya, memang iya.

Dengan sosok sang Tuhan sebagai sutradara dan penulis skenario. Kadang kita sebagai pemeran utamanya, kadang kita sebagai pemeran pembantu, mungkin juga sebagai artis pendamping, atau bahkan mungkin hanya sebagai penonton. Penonton yang dengan setia mengikuti perkembangan cerita di panggung.

Seperti itu diriku di duniamu. Aku penonton yang setia. Dulu dan sekarang.

Sejak beberapa tahun yang lalu aku menjadi penontonmu. Seorang subjek favoritku. Seorang aktor pemeran utama di duniamu yang penuh petualangan. Dan aku duduk dengan tenang, aman, damai, di kursi VVIP-ku. Di barisan terdepan. Semua ceritamu tak luput dariku. Aku menikmatinya.

Sampai tiba saatnya aku terseret untuk masuk ke panggung dunia sang subjek favoritku. Masuk menjadi salah satu artis pendamping dan artis pelengkap. Yang selalu ada di sampingmu saat lampu sorot menyinarimu. Yang selalu ada saat kau membutuhkanku.
Namun ternyata aku tidak menyukai alur cerita itu, walaupun aku cinta habis-habisan pada sosok sang subjek. Aku tidak bisa mengikuti perkembangan ceritamu yang begitu cepat berubah, yang membuatku terpaku di depan layar terlalu lama dan kehabisan kata-kata. Aku tidak yakin apakah aku sosok protagonis atau antagonis. Aku tidak tahu posisiku dimana. Aku terjatuh tanpa parasut, tanpa alas, tanpa pelindung.

Tapi aku sudah terlalu jauh. Alur cerita kita terlalu jauh. Mungkin Tuhan, sang sutradara sedang membuat kisah satir. Kisah satir yang memiliki makna yang sangat dalam. Toh semua kisah pasti memiliki makna, kan? Seperti kisah Kancil yang suka mencuri ketimun, Pinokio boneka kayu yang suka berbohong, atau kisah Cinderella yang terlalu indah. Semua kisah memiliki makna. Begitu juga kisah kita. Akan menorehkan makna yang sangat dalam bagi kita berdua. Makna yang hanya dipahami olehmu dan olehku.

Tapi semua itu bukan duniaku... Itu duniamu. Duniamu yang terlalu berkilau. Yang tidak akan aku pahami. Yang tidak bisa aku ikuti. Yang tidak bisa aku miliki. Aku ingin. Ingin sekali. Tapi aku tidak bisa dan tidak akan pernah bisa.

Kemudian suatu saat, aku, sang pelengkap cerita, berusaha dengan tersaruk-saruk untuk kembali ke kursi penonton lagi. Ingin kembali ke singgasana VVIP-ku. Ingin kembali menjadi penonton dan pengikut ceritamu yang setia. Yang akan bahagia bertepuk tangan melihat wajah ceriamu di atas panggung dan yang akan menangis melihat muka sedihmu saat mendapatkan alur cerita yang menyedihkan.
Lalu aku, kembali di sini. Di atas kursi favoritku dengan kondisi yang babak belur namun siap dengan peranku yang lama. Akan kembali menjadi penonton setiamu. Because I'm a happy and proud audience. A loyal audience. It suits me well.
Kamu tidak usah khawatir. Karena suatu saat aku akan menjadi pemeran utama di panggung ku sendiri dan di panggung aktor pendamping pilihan Tuhan. Dengan akhir cerita yang bahagia. Seperti kisahmu.

Tapi kamu perlu tahu bahwa aku, sang penonton setiamu ini akan selalu ada kapanpun engkau membutuhkan telinga untuk mendengarkan kisah-kisahmu atau pun jika kau ingin menyandarkan bahu di saat kau kelelahan dengan duniamu.


"Al mal tiempo, buena cara" - Put a nice face through a bad times.