Muak dan Cinta Kamu, Jakarta.


Rasanya judul post-an kali ini udah terjabar jelas. Sungguh, saya sedang muak dengan Jakarta. Walaupun saya cinta kota metropolitan ini, namun saya sedang muak dengannya. Suatu hubungan love-hate yang sering terjadi antara dua subjek atau objek.

Rasanya ingin pergi dari semua deadlines, keterikatan, ketergantungan, keterbosanan, dan semua hal yang mengikat kaki ini dalam-dalam di tanah Jakarta.
Ingin terjun ke kedalaman laut. Bertemu dengan penghuni laut yang biru jernih. Ikan-ikan dan teman-temannya. Ingin pergi ke pantai. Berguling di atas pasir panas dan bermandikan matahari menyengat. Ingin pergi ke gunung. Menghirup udara bersih dan bersandar di rumput-rumput hijau sambil menatap langit. Ingin ke luar kota. Bertemu orang-orang asing yang tidak mengenal nama dan identitasku sama sekali.

Ingin sekali meninggalkan tanggung jawab pada pekerjaan, perkuliahan, keluarga, hubungan, dan sosial. Ingin sekali tidak peduli lagi jika kulitku terbakar hitam, belang-belang, bentol karena bengkak. Ingin tidak mengenakan make-up sama sekali, tidak peduli penampilan. Ingin tertawa terbahak-bahak dan memaki sepuasnya. Ingin terlihat diterima luar dan dalam. Ingin tidak rindu setiap saat lagi pada dirinya si candu. Ingin tidak ketergantungan lagi untuk menyentuh kamu si candu. Ingin diterima apa adanya seperti kucing saya menerima saya dalam kondisi saya terburukpun.

Keinginan yang ironis. Nyatanya saya masih bertanggung jawab dalam semua hal yang telah disebutkan di atas. Masih mengenakan make-up jika keluar rumah. Masih memilih-milih pakaian agar terlihat serasi. Masih bertutur kata sopan, menahan tawa, menyaring perkataan dan perbuatan. Dan saya masih saja merindukan sosok si candu itu setiap hari. Masih ketagihan dengan kehadirannya setiap hari.

Apa yang saya inginkan sebenernya sederhana ya. Melarikan diri saja...

Ah, benci tapi cinta kamu Jakarta dan penghuni-penghuninya.

0 comments: